• News

    Yudi Guntara Noor, Ketua PB ISPI: Saya Awalnya Ingin Menjadi Dosen


    Suara, pemikiran atau bahkan wajahnya selama ini banyak dikenal sebagai pemangku kepentingan persapian. Sosok satu ini memang sudah dikenal luas sebagai alumni Fapet Unpad yang mewakili citra sukses baik di dunia peternakan maupun keorganisasian.

    Sejak mahasiswa Yudi memang terkenal sebagai organisatoris sejati, dan sempat meraih pula jabatan puncak sebagai ketua Senat Mahasiswa Fapet Unpad pada tahun 1991. Tak heran jika semboyannya adalah, “Pokokna kuliah pabaliut jeung organisasi!”

    Banyak jabatan yang disandangnya pada berbagai organisasi antara lain:
    1. Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI)
    2. Sekretaris Dewan Penyantun Universitas Padjadjaran (UNPAD)
    4. Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Peternak Domba & Kambing Indonesia (DPD HPDKI) Jawa Barat
    5. Wakil Ketua Komite Tetap Industri Peternakan KADIN INDONESIA
    6. Anggota Dewan Asosiasi Produsen Daging & Feedlot Indonesia (Board of APFINDO)
    7. Ketua Forum Peternak Budidaya Penggemukkan Sapi Jawa Barat
    8. Anggota Komite Sekolah SMAN 2 Tasikmalaya

    Sepak terjang Yudi memang identik dengan hal-hal yang terkait dengan sapi atau daging sapi. Tak aneh, mengingat dia pelaku usaha yang bergerak di penyedia sapi dan daging sapi, serta karena keberadaannya di Apfindo (Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia) dan PPSKI (Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia).

    Namun tak banyak yang tahu kalau alumni Universitas Padjadjaran lulusan 1993 ini sempat terjun di bisnis broiler. Inspirasi berasal dari seorang tokoh perunggasan yaitu Adjat Darajat, pengusaha broiler sukses asal Ciamis. Selepas pendidikan, Yudi sempat mengelola sekitar 50 ribu broiler milik peternak berlokasi di kawasan Bekasi. 

    Namun pada tahun 1993, garis hidup menuntunnya untuk mengenal bisnis sapi pada saat bekerja di PT Lintas Nusa, sebuah perusahaan bergerak di penggemukan sapi potong. Perkenalan dengan dunia sapi menunjukkan padanya sebuah pintu gerbang yang terbuka lebar dengan kesempatan yang tergelar luas.

    Saat itu memang baru segelintir perusahan yang sudah besar di bisnis sapi, seperti Tippindo, GGLC dan LJP. Ia segera memanfaatkan peluang tersebut dengan mendirikan PT Agronandini Perdana.  Berawal dari skala kecil, dengan menggemukkan 300 – 400 ekor sapi di kandang daerah Malangbong. Ternak sapi didapat dengan cara impor menggunakan kapal kecil kapasitas 700-an. Usahanya tergolong sukses karena dalam waktu 2 bulan saja stok-nya telah habis terjual.

    Pada saat terjadi krisis moneter pada tahun 1998, sejumlah importir besar menanggung masalah yang cukup besar dalam bidang keuangan. Namun hal itu justru membawa berkah buat perusahaan kecil yang bisa bertahan. Perusahaan miliknya bahkan langsung naik kelas, menjadi nomor dua secara nasional. Itu semua bisa terjadi setelah  perusahaan kedua yang didirikannya: PT Citra Agro Buana Semesta (CABS), menerapkan kerjasama strategis dengan pihak Australia.

    “Mereka kesulitan memasarkan sapinya, kita terkendala dana. Jadi kita menjamin pasar mereka di tanah air dan mereka kirim sapinya.” Jadi CABS memegang pemasarannya, sementara modal sepenuhnya milik pemasok dari Australia. Selama 3 tahun, 1999 – 2002, perusahaannya bahkan sempat sewa kandang Tippindo-Lampung yang mangkrak (tidak beroperasi). Sekitar 50 ribu ekor sapi impor setahunnya dipasarkan CABS kala itu, di bawah PT Santori yang angka impornya saat itu mencapai 70 ribuan.

    Tapi Yudi tak ingin sistem itu terus berkepanjangan, “Mau kata pegang sapi 50 ribu tapi itu duit orang, kita cuma jadi ‘kacung’,” ia mendeskrepsikan. Maka 2002 ia memutuskan meninggalkan Lampung kembali ke Malangbong. Dengan modal dari kantong sendiri ia pun mengembangkan bisnis miliknya yang pernah ditinggalkan. Kini, kapasitas kandangnya mencapai 10 ribu ekor, dengan perputaran 36 ribu ekor sapi per tahunnya.

    Ditanya cita-cita sebelum selesai studi, Yudi menyebut profesi dosen. “Alasannya pengen ke luar negeri. Jadi dosen supaya bisa sekolah ke luar negeri,” setengah geli ia menjelaskan. Tapi meski ambisinya jadi pengajar tak tercapai, keinginannya berkeliling ke berbagai negara sudah kesampaian dengan kenyataan ia menjadi pengusaha sapi saat ini.

    Intens Pembibitan Domba Garut

    Barangkali tidak banyak yang tahu juga kalau ayah dari Andi Aulia Nurahman dan Radi Ibrahim Nurfadilah ini terjun di bisnis domba, bahkan siapa sangka kalau ia adalah Ketua Umum HPDKI Jawa Barat (Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia).

    Yudi mengaku saat ini punya sekitar 250 ekor induk domba Garut di kandangnya Malangbong. “Kita sedang fokus di pembibitan, memurnikan domba Garut,” imbuhnya.

    Ia berkisah, perkenalannya dengan domba berawal dari strategi pemasaran sapi miliknya. Salah satu pelanggannya adalah penggemar kambing-domba, sehingga ia memasuki dunia itu sebagai pendekatan untuk mendapatkan order pesanan. “Nilai omset pesanan dari orang ini besar, jadi saya berupaya bisa dapat mempertahankan sebagai pelanggan,” ujarnya sambil nyengir.

    Tapi berikutnya domba diseriusi dengan alasan kultur Jawa Barat sangat identik dengan kambing-domba. Dan aktif di organisasi yang menghimpun peternak kambing-domba se Jabar dirasakannya punya makna lebih.

    “Peternak kambing-domba itu betul-betul grass root, tersebar di pedesaan dengan kompleksitas masalahnya yang khas petani-peternak,” ucapnya. Maka amanah sebagai pengurus HPDKI dijabaninya, meski menurut dia bekerja di asosiasi yang mengurusi peternak jauh lebih rumit dibandingkan sebagai pengusaha. Dan karena posisinya itu pula maka Wakil Ketua Bidang Budidaya Peternakan Kadin Indonesia ini kian lantang menyuarakan penolakannya rencana pemerintah memasukkan daging asal negara belum bebas PMK. “Karena kambing-domba termasuk hewan kuku genap yang juga punya risiko tinggi tertular. Saya harus berpihak pada peternak nasional!” ujarnya serius.

    Yudi sebagaimana dikutip dari Kompas.com mengatakan selain mampu meningkatkan kualitas perekonomian, domba garut juga berpotensi mengangkat Garut dan Indonesia di dunia internasional. Alasannya, domba garut adalah satwa khas atau plasma nutfah asli Indonesia.

    “Ke depan kami ingin menjadi berperan sebagai wadah berkumpulnya para peternak harus terus berupaya meningkatkan kampanye kepedulian terhadap upaya peningkatan produktivitas ternak domba,” kata Yudi.
                                    
    Ingin Bermanfaat

    Memasuki usianya yang ke-40, selain menjaga modalnya di bisnis sapi tetap kuat, pria penyandang jabatan Sekretaris Dewan Penyantun Unpad ini berupaya menjadikan dirinya bermanfaat, terutama bagi petani-peternak.

    Sumber: Pulangkandang.com

    1 comment:

    1. With this stability comes the additional advantage|the additional benefit} of not having to worry about issues like trade rates, profit remittance, or negotiating terms with third party contractors. Double Taxation TreatiesAnother necessary consideration is quantity of} double taxation treaties a jurisdiction has negotiated with different nations. You don’t 온라인 카지노 need to get arrange and go stay solely search out|to search out} your self paying tax in two separate jurisdictions. Some of the benefits of offshore firms include not paying tax on business earnings or gaming revenue, but find a way to|you probably can} solely really enjoy this if certain treaties are in place. If unsure, seek the advice of} Fast Offshore who will undertake a tax-optimization course of for you and your corporate construction. ConfidentialityDifferent licensing jurisdictions have completely different necessities for confidentiality, info sharing, and the non-public particulars of ultimate useful owners.

      ReplyDelete